Judul Buku : Don’t Cry
Penerbit :
de
Teens
Penulis :
Adytya
Fitriani
Genre :
Romance
Tahun terbit :
Maret 2014
Tebal buku : 244
ISBN : 978-602-255-412-7
Harga Buku : Rp. 44.000
Cinta
selalu indah untuk dibahas dan diperbincangkan. Cinta pertama, cinta sejati,
cinta terakhir semua sangat berarti
membuat hidup orang yang mengalaminya penuh warna seperti pelangi.
Walau
kadang kisah cinta yang dialami penuh rintangan, air mata serta luka. Ketika cinta tak berjalan sesuai harapan atau
khayalan. Bahagia, tetap bisa diraih
jika mau berusaha menjaga cinta itu tetap suci dan berada di jalurnya.
Mengambil
setting di Jepang, dua tokoh utama dalam
novel ini Takeru dan Hikari mengalami kisah cinta yang penuh lika-liku.Takeru yang popular dan dinobatkan
sebagai lelaki tertampan di angkatannya, tak sengaja menabrak Hikari di hari
penerimaan siswa baru
Alur ceritanya menarik sepanjang membaca buku ini, saya selalu menembak alur ceritanya pasti begini ternyata saya salah. Penulis mengemas alurnya dengan baik sekali.
Sejak
pertama melihatnya Takeru langsung jatuh hati pada Hikari. Sempat terlintas
rasa ragu di hati Takeru untuk mengutarakan perasaannya. Karena menurut Ken sahabatnya,
waktu SMP ada beberapa lelaki yang mengutarakan perasaannya pada Hikari namun tidak ada satu pun yang
diterima oleh perempuan itu (halaman 7).
Tak
terasa hubungan mereka menginjak usia dua tahun. Ternyata Hikari merasakan perasaan yang sama
pada Takeru. Tak ada pertengkaran yang berarti selama menjalani hubungannya
dengan Takeru .Mereka memang pasangan serasi yang membuat banyak orang merasa
iri.
Musim
Semi tahun depan mereka bukan anak SMA lagi. Perubahan pasti akan terjadi, ketakutan menjadi dewasa dan kehilangan kebersamaan yang ada membuat Hikari risau akan jarak yang mungkin terbentang diantara mereka.
Takeru berjanji mereka akan selalu memiliki untuk menenangkan hati Hikari.
Konflik
dimulai ketika Hikari berbohong untuk pertama kalinya dalam hubungan mereka.
Siapa sangka kebohongan Hikari untuk memberikan kejutan hadiah ulang tahun
Takeru berakibat fatal. Hikari mengalami kecelakaan yang menyebabkan ginjalnya
sobek, kaki kirinya hampir diamputasi dan komplikasi di dalam otaknya.
Sebulan
setelah Hikari koma dokter menyarankan agar support
lifenya dicabut. Orang tua Hikari yang menderita melihat putrinya tak
kunjung bangun pun menyetujuinya. Tapi Takeru menentang habis-habisan keputusan
itu, dia yakin suatu hari nanti Hikari akan bangun (halaman
83).
Hikari
akhirnya sadar setelah dua bulan koma tapi Takeru benar-benar menghilang sulit untuk menemukan
jejaknya. Padahal selama dia koma suster yang merawat Hikari bilang Takeru
begitu setia menemaninya. Semua membuat Hikari bingung. Apa yang sebenarnya disembunyikan,
mengapa ibu selalu salah tingkah setiap kali ditanya mengenai Takeru?
Tiga
bulan berlalu dengan cepat namun belum juga ada kabar dari Takeru. Hikari terus
mencari jejak Takeru tata usaha sekolah mengatakan, Takeru tidak pernah
benar-benar mengundurkan diri dari sekolah. Ia hanya tiba-tiba menghilang dan tak pernah datang
lagi ke sekolah hingga hari ini. (halaman 87).
Terlalu
banyak hal yang membuat Hikari sulit menghapus jejak Takeru dari pikirannya.
Apalagi mereka nyaris bersama hampir setiap hari. Kalaupun ada waktu di mana mereka tidak bersama, telepon akan
selalu ada untuk menghapus kerinduan.
Dua
tahun berlalu Takeru masih menghilang, entah sampai kapan. Hikari masih berusaha mencari jejaknya walaupun
hasilnya nihil dan selalu mengalami jalan buntu. Hampir setiap minggu Hikari
mengirimkan sebuah surat dan meletakannya di kotak pos rumah Takeru meskipun
rumah itu sudah kelihatan kosong.
Konflik
lain terjadi ketika Ryu-kun hadir. Laki-laki itu tak pernah lepas dari
pandangan Hikari belakangan ini. Ia selalu berada di tempat di mana Hikari berada.
Semakin Hikari menjaga jarak dengan Ryuu-kun, semakin dia berusaha untuk dekat.
Benar-benar lelaki pemaksa dan tak mudah menyerah. Sepertinya dia sedang
menunggu waktu yang tepat untuk menyatakan perasaanya pada Hikari (halaman
104).
Setelah
dua tahun berlalu akhirnya dengan wajah terlihat cemas dan senyuman kecil untuk menutupi rasa
gelisanya, ibu Hikari menyerahkan sebuah buku bewarna coklat. Mirip agenda atau malah diary. Air mata Hikari langsung
tumpah ketika membaca nama pemilik buku itu (halaman113).
Dari
novel ini pembaca bisa memetik pelajaran mengenai cinta. Lelah, jatuh bangun karena cinta
terkadang harus dilakoni. Kesetiaan
dan perjuangan demi cinta akhirnya berbuah dengan kebahagian.
Kelemahan dari novel ini mungkin hanya pada setting tempat yang belum diolah dengan maksimal seperti ketika berkencan mereka malah makan di MCD masih bisa diekplore
dengan berkencan di tempat rekreasi di Jepang dan memakan makanan
khas Jepang seperti mi ramen dan bercerita mengenai cita rasa
makanannya.