Zaman serba digital seperti sekarang ini semakin banyak situs berita baru yang bermunculan, semua aplikasi berita tersebut berlomba-lomba menjadi yang terdepan dalam memberikan informasi terkini untuk pengunanya.
My book, my life, my adventure
Jumat, 20 Mei 2022
Selasa, 12 Juni 2018
Tumis bakso dan So Good Chicken Nugget
Pas
Ramadhan kaya gini kalau saya sukanya masak yang praktis-praktis aja, nggak mau
repot apalagi ribet. Kalau bisa satu
masakan itu bisa jadi sayur, kuah dan
lauk sekaligus, biar nggak capek.
Jumat, 14 Juli 2017
Prive Uricran Solusi Anyang-anyangan
Anyang-anyangan
salah satu indikasi kalau seseorang terkena infeksi saluran kemih. Ditandai
dengan rasa ingin buang air kecil yang sering namun tidak tuntas bahkan terasa
nyeri.
Selasa, 29 November 2016
Mencari Sosok Pemberani Untuk Membela Islam
Judul Buku : Seberapa Berani Anda Membela Islam?
Penulis :
Nai’m Yusuf
Penerbit :
Maghfirah Pustaka
Tahun
Terbit : Cetakan Pertama, Mei 2016
Jumlah Halaman : xiv + 274
Dimensi
Buku : A5
ISBN :
979-25-2643-9
Harga
: Rp 65.000
Sabtu, 23 Mei 2015
Mengenal Sosok Dr.Husaini Hasan
Alhamdulillah yaa tanggal 3 Mei kemarin resensi buku Dari Rimba Aceh ke Stockholm di muat di harian Singgalang. Ini penampakannya.
Judul Buku : Dari Rimba Aceh ke
Stockhom
Penulis : Dr.Husaini M.Hasan Sp.OG
Penerbit: Batavia Publishing
Cetakan: Pertama, Januari 2015
Tebal : xxiii+509 halaman
ISBN:978-602-71-4200-8
Mengenal Sosok Dr.Husaini M. Hasan
Sp.OG
Dr.
Husaini M. Hasan, lelaki yang tidak banyak berbicara. Ia tahu kapan waktunya
untuk mendengarkan dan kapan sebaiknya untuk mengeluarkan pendapat. Ia punya
kesetiaan dan keteguhan yang luar biasa, itu nilai yang paling penting yang
harus dimiliki oleh seorang pejuang dan tentara sekelas Napoleon. Cara
berpikirnya tenang dan tidak mudah terpengaruh dengan hal-hal yang bersifat
emosional, bahkan dalam situasi yan bahaya sekali pun.
Dia
meninggalkan istri dan tiga anaknya yang masih kecil, ketika memutuskan
bergabung di Aceh Merdeka setelah membaca buku Tengku Hasan M.di Tiro Atjeh bak Mata Donya atau Aceh di Mata
Dunia.
Kehidupan
baru yang dijalani oleh Dr. Husaini, alam gerilya sebuah kondisi yang tak
menentu, penuh ancaman dan banyak rintangan. Seperti sebuah jalan yang tidak berujung.
Segala sesuatu bisa saja terjadi, bahkan kematian selalu terlihat di mata.
Sebelum keputusan perjuangan ini dia ambil kehidupannya baik-baik saja. Bisa
bertemu dan bersosialisasi dengan
sahabat, suasana kampus yang
menyenangkan, karir yang mulai menanjak pesat.(halaman 54)
Kenyataan
ini membuktikan bahwa gugurnya satu demi satu pejuang Aceh Merdeka di medan
perang sebagian besar adalah rakyat biasa dan bukan militer. Mereka adalah
sipil, penggagas Aceh Merdeka yang melawan tentara yang sudah terlatih untuk
bertempur.(halaman 64)
Pejuang
Aceh Merdeka melakukan revolusi ideologi di Iboih karena kondisi masyarakatnya
yang kompak, tidak ada yang membuka rahasia. Sehingga keamanan Iboih tetap
terjaga dari incaran tentara.
Bibit-bibit ideologi Aceh Merdeka disemaikan ke dada masyarakat di
kampung-kampung oleh utusan Aceh Merdeka
dari segala penjuru.(halaman 126)
Tengku
Hasan M. di Tiro menegaskan bahwa perjuangan Aceh Merdeka adalah perjuangan
politik bukan perjuangan bersenjata. Indonesia mengubah perjuangan politik Aceh
Merdeka menjadi perjuangan bersenjata. Kemudian mereka memburu dan menembaki
pejuang Aceh Merdeka, tanpa peradilan dan kesempatan untuk membela
diri.(halaman129)
Tengku
Hasan M.di Tiro memutuskan mengirim Dr.Husaini ke Amerika Serikat, Eropa, dan
Afrika untuk mencari bantuan dan dukungan perjuangan Aceh Merdeka. Wali Negara
mempersiapkan mission impossible ini
dan berulang kali berdiskusi dengan Dr.Husaini untuk mengatur strategi dan
membangun hubungan dengan UNO (PBB) lalu meyakinkan anggota PBB agar mau
mengagendakan masalah Aceh dalam rapat General
Assembly.(halaman 160)
Dr.
Husaini baru menyadari tubuhnya telah berlumuran darah. Darah mengucur dari
leher membasahi dada hingga bagian pinggang. Darah itu tidak terlihat karena
baju yang dia kenakan juga berwarna merah. Ternyata Dr.Husaini tertembak di
tiga tempat sekaligus yakni sebelah kanan, lambung kiri yang letaknya hanya beberapa millimeter dari
jantung, dan satu lagi di pangkal lengan kanan.(halaman 196)
Perjuangan
Aceh Merdeka semakin terdesak, selama enam bulan Dr.Husaini dan Shaiman
terkantung-kantung di Malaysia dalam kondisi tidak aman dan terkendala masalah
ekonomi. Sementara komunikasi dengan Wali Negara tidak begitu lancar.
Mengingat
keadaan yang semakin membahayakan. Dr.Husaini memutuskan untuk mencari bantuan
kepada UNHCR. Swedia bersedia sebagai negara penerima suaka politik. UNHCR
mempersiapkan kebutuhan untuk mengirimkan Dr. Husaini ke Swedia.(halaman 279)
Gus
Dur bersedia memberikan kemerdekaan untuk bangsa Aceh, mengingat selama ini
konflik berkepanjangan tidak kunjung selesai. Tapi, reaksi teman-teman
seperjuangan di Aceh Merdeka benar-benar di luar dugaan. Semua bereaksi
seolah-olah “It is too good to be true.”
Otobiografi
Dr. Husaini M. Hasan Sp.OG ditulis secara detil berdasarkan urutan hari dan
tanggal kejadian, sangat berani menyajikan fakta-fakta yang belum pernah
diungkap di media mana pun.
Buku
ini gaya penulisannya sangat berani namun mudah dicerna, membuat buku ini
sesuai untuk dijadikan literasi Politik
dan sejarah di tanah air. Sehingga menjadikan buku ini sebagai sumber
pengajaran dan inspirasi untuk semua kalangan.
Buat yang ingin mengirim resensi bisa check syarat-syaratnya disini, oya sebaiknya seh berlangganan epapernya dulu atau harus punya teman yang berlangganan epaper harian Singgalang, untuk memudahkan mengetahui resensimu dimuat atau tidakSelasa, 24 Februari 2015
Dinamika Negara Islam Kita
Judul Buku: Arsitek Peradaban Kumpulan Esai Penggugah Jiwa
Pengarang:Anis Mata
Penerbit :Fitrah Rabbani
Diterbitkan:Cetakan I,Juni 2006
Tebal Buku:xvi+135
Sinopsis di belakang buku
Arsitek Perdaban, Judul buku yang sangat mewakili kandungannya, karena benamg merah seluruh esai dari rubrik Syazarot Majalah Inthilaq ini sarat dengan muatan ideologis yang dipaparkan dengan cukuo cerdas, tanoa luapan emosional, diperkata pemikiran dan bahasa yang inklusif, lebih segar, dan tidak monoton. Selalu ada sesuatu yang baru yang kita dapatkan dari olah bahasa yang dilakukannya. Ketika anda berhasil menyelami kandungan maknanya!Nisyaca Anda akan menjadi sosok manusia yang pantas untuk mengarsiteki sebuah peradaban yang dirindukan.
Ada enam bab pembahasan dalam buku ini dan masing-masing bab terdiri dari enam sampai delapan buah pembahsan. Semuanya dipaparkan dengan logis dan begitu menyentuh hati. Tak salah jika kata pengantar dari sang editor menyebut Anis Mata sebagai Sang Gelombang. Kekayaan jiwa, keindahan pena, keluasan wawasan, keluwesan gaya bahasa, telah melahirkan kata-kata yang menghujam, pikiran-pikiran yang sangat tajam, dalam ungkapan-ungkapan yang bertenaga.
Membaca buku ini membuatku merenung tentang Islam, persatuan, ghawzul fikri dan banyak hal sesuai uraian yang dibahas dalam buku ini. Betapa polemik itu seolah tak pernah berakhir. Betapa Islam begitu mudah dipecah belah hanya karena suatu perbedaan kecil membuat kita memerangi saudara kita pemeluk Islam lainnya. Potret buram negara Islam yang dipenuhi darah dan air mati yang seolah tiada henti. Walau buku ini sudah ditulis dari tahun 2006 tapi permasalahan di dunia Islam masih saja terus terjadi.
Inilah dunia Islam kita: anak-anak Palestina yang terpaksa mengambil peran orang tua mereka dalam menghadapi agresor Yahudi, penindasan rakyat Muslim Philipina yang tak kunjung selesai, dan Affghanistan yang harus memulai dari nol setelah Soviet memporak-porandakannya.
Inilah dunia Islam kita: negara-negara Teluk tak pernah dingin, skenario musuh-musuh Islam memecah belah atas nama teritorial, dan Mesir kini mencari gara-gara dengan tetangganya, Sudan, atas nama perbatasan. (hal 4).
Ada banyak faktor yang sering mengoyak persatuan kita, misalnya kebodohan, ashabiyah, ambisi, dan konspirasi dari pihak luar. (hal.63)
Ketika kekalahan, tragedi, kelaparan, dan pembantaian mendera jasad Islam kita, kita selalu menyoal dua hal: konspirasi Barat dan lemahnya persatuan umat Islam.(hal.63)
Di bab tsaqafatuna, esai keempat di bab ini yang membahas Al-Badailul Islamiyah. Ada satu sisi positif dari sejumlah kekhawatiran Barat terhadap Islam, jika yang terakhir ini diberi kesempatan eksis dan berkuasa. Benarkah Islam mampu memberi yang lebih baik bagi dunia? Mampukah kaum Muslim merealisasikan Islam dalam dunia nyata? (hal 69).
Pada tahap keyakinan, bingkai itu pun barangkali dapat dijawab sederhana: bisa. Tapi,secara internal, pertanyaan itu nampaknya tidak bisa terlalu disederhanakan. Sebab, di sini, pertanyaan tidak secara an sich. ditunjukan dalam bentuk format-format pemikiran (shiyaghah fikriyah), sistem (shiyaghah manhajiyah), politik, ekonomi, sosial, budaya, militer, teknologi, hubungan antarbangsa dan sebagainya. (hal 69)
Semakin banyak saya menghayati setiap esai dalam buku ini, semakin saya ingin menulis semua kalimat yang tertulis dalam buku ini sebagai kutipan kata pengugah jiwa Islam kita.
Mari kita berusaha menghapus image jelek yang seing disematkan kepada pemeluk Islam sebagai teroris, penebar kebencian dengan menebarkan kedamaian. Semoga suatu saat nanti kita akan sampai kepada Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam.
Membaca buku ini membuatku merenung tentang Islam, persatuan, ghawzul fikri dan banyak hal sesuai uraian yang dibahas dalam buku ini. Betapa polemik itu seolah tak pernah berakhir. Betapa Islam begitu mudah dipecah belah hanya karena suatu perbedaan kecil membuat kita memerangi saudara kita pemeluk Islam lainnya. Potret buram negara Islam yang dipenuhi darah dan air mati yang seolah tiada henti. Walau buku ini sudah ditulis dari tahun 2006 tapi permasalahan di dunia Islam masih saja terus terjadi.
Inilah dunia Islam kita: anak-anak Palestina yang terpaksa mengambil peran orang tua mereka dalam menghadapi agresor Yahudi, penindasan rakyat Muslim Philipina yang tak kunjung selesai, dan Affghanistan yang harus memulai dari nol setelah Soviet memporak-porandakannya.
Inilah dunia Islam kita: negara-negara Teluk tak pernah dingin, skenario musuh-musuh Islam memecah belah atas nama teritorial, dan Mesir kini mencari gara-gara dengan tetangganya, Sudan, atas nama perbatasan. (hal 4).
Ada banyak faktor yang sering mengoyak persatuan kita, misalnya kebodohan, ashabiyah, ambisi, dan konspirasi dari pihak luar. (hal.63)
Ketika kekalahan, tragedi, kelaparan, dan pembantaian mendera jasad Islam kita, kita selalu menyoal dua hal: konspirasi Barat dan lemahnya persatuan umat Islam.(hal.63)
Di bab tsaqafatuna, esai keempat di bab ini yang membahas Al-Badailul Islamiyah. Ada satu sisi positif dari sejumlah kekhawatiran Barat terhadap Islam, jika yang terakhir ini diberi kesempatan eksis dan berkuasa. Benarkah Islam mampu memberi yang lebih baik bagi dunia? Mampukah kaum Muslim merealisasikan Islam dalam dunia nyata? (hal 69).
Pada tahap keyakinan, bingkai itu pun barangkali dapat dijawab sederhana: bisa. Tapi,secara internal, pertanyaan itu nampaknya tidak bisa terlalu disederhanakan. Sebab, di sini, pertanyaan tidak secara an sich. ditunjukan dalam bentuk format-format pemikiran (shiyaghah fikriyah), sistem (shiyaghah manhajiyah), politik, ekonomi, sosial, budaya, militer, teknologi, hubungan antarbangsa dan sebagainya. (hal 69)
Semakin banyak saya menghayati setiap esai dalam buku ini, semakin saya ingin menulis semua kalimat yang tertulis dalam buku ini sebagai kutipan kata pengugah jiwa Islam kita.
Mari kita berusaha menghapus image jelek yang seing disematkan kepada pemeluk Islam sebagai teroris, penebar kebencian dengan menebarkan kedamaian. Semoga suatu saat nanti kita akan sampai kepada Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam.
Jumat, 23 Januari 2015
Mommylicious Membuatku Sadar Nikmatnya Menjadi Ibu
Membaca buku mommylicious membuatku merasa memutar ulang rekaman kenangan, dari mulai pertama kali dinyatakan hamil, kemudian menjadi ibu, dilema menyusui, dan berbagai pengalaman lainnya seperti yang dituliskan oleh mbak Arin dan mbak Rina ke dalam lima bab cerita di buku mommylicious.
Aku benar-benar menikmati setiap cerita di buku ini yang ditulis jujur, apa adanya namun banyak sekali ilmu yang dapat dipetik, dan tanpa sadar aku membandingkan pengalamanku dengan pengalaman mbak Arin dan mbak Rina Susanti dibuku ini.
Well, aku juga ibu dari dua orang anak, pernah bekerja dan juga seorang blogger tapi ada beberapa hal yang membedakan aku dan dua blogger hebat ini. Salah satunya adalah bagaimana mereka begitu menikmati perannya sebagai ibu dengan segala keribetan yang harus dialami dan pengorbanan yang dilakukan untuk menjadi seorang ibu.
Membuatku tertampar dan merasa malu, karena jujur saja dulu waktu pertama kali punya anak aku sangat ingin sekali kembali untuk bekerja dibandingkan menjadi full mom mengurus anakku (walaupun mempunyai anak membuatku bahagia).
Kami berdua sudah mempersiapkan diri dari awal kami menikah untuk menjadi orang tua baru. Faktanya ketika hal itu benar-benar terjadi, dan dinyatakan positif hamil, Aku belum siap untuk tanggung jawab besar itu, aku belum siap ketika harus berhenti berkerja dan benar-benar tergantung pada penghasilan suami. Aku belum siap jika ada orang bertanya padaku apa pekerjaan dan kegiatanku sekarang dan aku harus menjawab aku ibu rumah tangga sejati dan mereka menanggapinya dengan jawaban "Oh" dan buru-buru mengalihkan pertanyaan dan tatapan matanya ke arah lain.Seolah-olah menjadi full mom tak ada artinya.
Ketika Vinka lahir stressku juga belum reda malah bertambah, yang menyebabkan ASIku tidak keluar seperti yang dialami mbak Rina Susanti, bahkan di hari kedua usia Vinka, suami membelikan susu formula sebagai antisipasi jika ASIku tak keluar juga. Tapi syukurlah ASIku akhirnya keluar dan Vinka sama sekali tak perlu tambahan sufor sampai akhirnya dia harus disapih).
Rasa takut menguasaiku membuatku menjadi mrs.drama queen, cepat nangis dan tersinggung terlebih lagi aku dan keluarga kecil kami masih tinggal di rumah mertua. Membuatku merasa tertekan, takut melakukan kesalahan, takut mertua nggak suka, dsb, rasa takut dan obsesi ingin tampil sempurna di mata mertua itu yang justru membuatku sering melakukan kesalahan dan tidak menikmati tingkah pola anak-anakku yang manis. Seperti Vinka yang sering memberikanku bunga, Shidiq yang sering membanjiriku dengan pelukan dan ciumannya meski aku belum mandi.
Well, aku juga ibu dari dua orang anak, pernah bekerja dan juga seorang blogger tapi ada beberapa hal yang membedakan aku dan dua blogger hebat ini. Salah satunya adalah bagaimana mereka begitu menikmati perannya sebagai ibu dengan segala keribetan yang harus dialami dan pengorbanan yang dilakukan untuk menjadi seorang ibu.
Membuatku tertampar dan merasa malu, karena jujur saja dulu waktu pertama kali punya anak aku sangat ingin sekali kembali untuk bekerja dibandingkan menjadi full mom mengurus anakku (walaupun mempunyai anak membuatku bahagia).
Kami berdua sudah mempersiapkan diri dari awal kami menikah untuk menjadi orang tua baru. Faktanya ketika hal itu benar-benar terjadi, dan dinyatakan positif hamil, Aku belum siap untuk tanggung jawab besar itu, aku belum siap ketika harus berhenti berkerja dan benar-benar tergantung pada penghasilan suami. Aku belum siap jika ada orang bertanya padaku apa pekerjaan dan kegiatanku sekarang dan aku harus menjawab aku ibu rumah tangga sejati dan mereka menanggapinya dengan jawaban "Oh" dan buru-buru mengalihkan pertanyaan dan tatapan matanya ke arah lain.Seolah-olah menjadi full mom tak ada artinya.
Ketika Vinka lahir stressku juga belum reda malah bertambah, yang menyebabkan ASIku tidak keluar seperti yang dialami mbak Rina Susanti, bahkan di hari kedua usia Vinka, suami membelikan susu formula sebagai antisipasi jika ASIku tak keluar juga. Tapi syukurlah ASIku akhirnya keluar dan Vinka sama sekali tak perlu tambahan sufor sampai akhirnya dia harus disapih).
Rasa takut menguasaiku membuatku menjadi mrs.drama queen, cepat nangis dan tersinggung terlebih lagi aku dan keluarga kecil kami masih tinggal di rumah mertua. Membuatku merasa tertekan, takut melakukan kesalahan, takut mertua nggak suka, dsb, rasa takut dan obsesi ingin tampil sempurna di mata mertua itu yang justru membuatku sering melakukan kesalahan dan tidak menikmati tingkah pola anak-anakku yang manis. Seperti Vinka yang sering memberikanku bunga, Shidiq yang sering membanjiriku dengan pelukan dan ciumannya meski aku belum mandi.
- Aku selalu stress ketika anak-anak berantem, yaa rebut mainan, makanan, perhatian, atau nanggis teriak-teriak.(pertama kupikir anakku saja yang suka berantem, dan aku ibu yang gagal tidak mendidik mereka dengan baik), tapi ternyata itu hal yang wajar mbak Arin dan mbak Rina Susanti juga mengalaminya).
- Aku stress ketika anak membuat berantakan rumah. (Sebelum kami memiliki anak, rumah mertua selalu bersih bahkan beberapa kali dijadikan sebagai contoh rumah sehat mewakili desa kami).
cerita mengenai pertanyaan nakalnya, mbak Arin tentang siapa yang lebih dia cintai antara Asa dan Cinta, membuat ingatanku meloncat kembali ke pengalamanku sendiri pada tanggal 12 April 2012, gempa 8,5 skala ritcher kembali menguncang Aceh dan berpotensi tsunami.
Segera setelah gempa berhenti aku memasukan semua barang yang kuanggap berharga dan perlengkapan Vinka dan Shidiq secukupnya untuk mengungsi ke tempat yang lebih aman. Sinyal hp hilang, aku tak bisa menghubungi suami mengabarkan keadaan kami, Shidiq masih berusia 2 bulan dan Vinka 2,4 tahun saat itu. Di tengah kebingunganku harus mengungsi pakai kendaraan apa (sedangkan aku tak pandai bawa kendaraan selain sepeda) adikku dan dua anaknya yang SD sudah standby di atas motor hendak mengungsi dan mengajakku untuk naik ke motornya. Kutitipkan Shidiq sebentar ke neneknya yang sedang menunggu kakek mengeluarkan mobil. Neneknya meyarankan agar kami mengunsgi naik mobil kakek Segera kunaikan Vinka ke atas motor, Sempit sekali motor itu dinaiki kami berlima. Neneknya meyarankan agar kami menggunakan mobil saja, tapi pengalaman tsunami yang lalu, mobil tidak cukup cepat untuk menghindari kemacetan orang yang mengungsi lainnya dan juga gelombang tsunami.
Keputusan sulit harus kulakukan dan aku memutuskan, Shidiq ikut bersamaku, sehingga jika pun kami memang ditakdirkan untuk mati karena tsunami, kami akan mati bersama-sama. Sepanjang jalan aku menangis, membayangkan apa kakek neneknya akan selamat? Apa kami akan selamat?
Baru 300 meter kami naik motor kemacetan sudah menghadang, sungguh tidak mudah naik sepeda motor berenam dan juga membawa barang bawaan. Pegal karena harus membawa ransel penuh barang, sementara tangan kiriku mengendong Shidiq dan tangan kananku menahan badan Vinka yang mulai mengantuk.
Diantara kemancetan ada seorang ibu dengan seorang anak TK yang juga terjebak kemancetan, dia menegurku dan membuatku sedih dan marah.
"Bu, Sayang anaknya" sambil matanya memperhatikan Shidiq. Kalau aku bisa tentu aku akan memilih kendaraan yang lebih nyaman namun cepat untuk Shidiq dan Vinka, tapi kenyaataannya inilah kendaraan yang tercepat pada saar itu yang bisa membawa kami pergi ke tempat lebih aman, justru karena aku sayang anakku makanya aku mau repot dan bersusah payah seperti ini. Karena aku sayang, aku tak mau berpisah darinya.(Ibu itu pasti belum pernah dikejar air tsunami, sehingga tidak tahu bagaimana cepatnya air itu datang dan menghancurkan). Bagaimana jika posisi ibu itu berada di posisiku apa dia akan senang jika ada orang menegur seperti itu?
Gempa kuat masih saja terjadi hingga sore hari, tapi alhamdulillah tidak diiringi tsunami dan dari kejadian itu aku bisa mengukur, betapa aku tak bisa pisah dan sayang kedua anakku.
Dari cerita curhat Si Mbak, juga membuatku merenung, sudah baikah aku sebagai ibu? dan masih banyak cerita lainnya yang juga mengaduk emosiku.
Betapa banyak sekali
keputusan-kepotusan sulit yang harus dilakukan seorang ibu, meskipun dia
tidak suka melakukannya tapi dia harus menjalaninya. Jadi stop menghakimi dan menilai keputusan yang diambil seseorang terutama seorang ibu sebelum kamu menempatkan diri diposisinya.
Thanks god i read this book, membuatku tersadar dari obsesi gila, untuk menjadi supermom, ibu yang sempurna yang mampu mengatasi segalanya yang justru malah merubahku menjadi ibu yang galak dan menyebalkan.
Membaca buku ini seolah aku sedang melakukan terapi dengan seorang psikolog,yang menghipnotisku di setiap cerita dan membiarkanku tenggelam dalam setiap cerita yang ditulis dan sekaligus kenangan yang kupunya dan berkata
"It's ok not to be a perfect mother as long as you always try to be a good one."
Mommylicious membuatku merasa tidak sendiri, ternyata ada ibu-ibu yang lain juga mengalami perasaan, pengalaman dan masalah yang sama bahkan lebih berat dari yang kualami.
Dan seolah menemukan obat untuk resahku, sebagai seorang ibu dengan begitu banyak kekurangan hatiku menjadi tenang seiring habisnya cerita yang kubaca di dalam buku ini Berkat buku ini membuatku lebih menikmati saat bersama anak-anak dan keluarga dibandingkan sebelumnya.
Thanks god i read this book, membuatku tersadar dari obsesi gila, untuk menjadi supermom, ibu yang sempurna yang mampu mengatasi segalanya yang justru malah merubahku menjadi ibu yang galak dan menyebalkan.
Membaca buku ini seolah aku sedang melakukan terapi dengan seorang psikolog,yang menghipnotisku di setiap cerita dan membiarkanku tenggelam dalam setiap cerita yang ditulis dan sekaligus kenangan yang kupunya dan berkata
"It's ok not to be a perfect mother as long as you always try to be a good one."
Mommylicious membuatku merasa tidak sendiri, ternyata ada ibu-ibu yang lain juga mengalami perasaan, pengalaman dan masalah yang sama bahkan lebih berat dari yang kualami.
Dan seolah menemukan obat untuk resahku, sebagai seorang ibu dengan begitu banyak kekurangan hatiku menjadi tenang seiring habisnya cerita yang kubaca di dalam buku ini Berkat buku ini membuatku lebih menikmati saat bersama anak-anak dan keluarga dibandingkan sebelumnya.
Oya, aku juga
punya cerita waktu pertama kali buku ini nyampe di rumah. Vinka (5thn,
dah bisa baca) langsung tertarik untuk membacanya karena cover bukunya
yang unyu-unyu( ilustrasi gambar kartun
Serius sekali Kakak Vinka baca buku Mommylicius |
Gaya Vinka waktu baca cerita Mommylicius keras-keras Tulisan ini diikut sertakan dalam |
Langganan:
Postingan (Atom)